Rahasia Penjaga Waktu: Kisah dari Desa yang Hampir Terlupakan
Di sebuah desa kecil yang tidak tercatat di peta mana pun, hiduplah seorang kakek tua bernama Prawira. Usianya tidak ada yang tahu, begitu pula asal-usulnya. Yang jelas, setiap hari ia terlihat duduk di depan rumah kayunya sambil memperbaiki jam tua—jam yang bentuknya aneh, berkarat, dan penuh simbol yang tak dipahami warga.
Namun ada satu hal yang membuat semua orang penasaran: jam itu tidak pernah berdetik.
Tidak bergerak, tidak mengeluarkan suara. Diam seperti batu.
Tapi setiap kali Kakek Prawira selesai mengutak-atik jam itu, selalu saja ada kejadian aneh di desa. Kadang hujan turun hanya di satu rumah, kadang malam seperti jadi lebih panjang, kadang ayam berkokok padahal matahari belum terbit.
Warga menyebutnya “waktu yang tersesat.”
Pertanda Aneh di Malam Hari
Suatu malam, seorang anak bernama Dara mendengar suara ketukan dari luar rumah. Ia keluar dan melihat kilatan cahaya dari arah rumah Kakek Prawira. Rasa penasaran mendorongnya mendekat—dan saat itu juga, ia menyadari sesuatu yang mengejutkan.
Jam tua itu… berdetik.
Pelan, tapi jelas.
Kakek Prawira duduk di sampingnya sambil menatap Dara seakan sudah menunggunya dari tadi.
“Sudah waktunya seseorang tahu,” katanya dengan suara serak.
Dara terdiam. Hembusan angin malam membawa aroma hujan yang belum turun.
Kakek Prawira mengangkat jam itu dan menyerahkannya pada Dara, yang terkejut merasakan hangat seperti memegang sesuatu yang baru keluar dari matahari.
Rahasia yang Tak Boleh Hilang
Kakek Prawira menjelaskan bahwa jam itu bukan sekadar penunjuk waktu.
Itu adalah Penjaga Waktu, alat kuno yang mampu menjaga keseimbangan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Desa itu menjadi tempat perlindungannya karena jauh dari hiruk-pikuk dunia—tanpa gangguan, tanpa ambisi.
“Tapi waktuku menjaga waktu sudah habis,” kata Kakek Prawira sambil tersenyum lelah.
“Kini jam ini memilihmu.”
Dara menggenggam jam itu. Detiknya berubah mengikuti irama detak jantungnya. Ia merasakan pandangan dunia seakan meluas—melihat kenangan lama, kemungkinan masa depan, dan cahaya lembut yang menghubungkan semuanya.
Hari Baru untuk Penjaga Baru
Pagi harinya, warga terkejut karena Kakek Prawira menghilang. Tidak ada jejak, tidak ada pesan, hanya kursi kosong dan aroma kayu manis yang tersisa di udara.
Namun ada satu perubahan kecil…
Sejak malam itu, waktu di desa kembali normal.
Tidak ada lagi hujan aneh, atau malam yang terlalu panjang, atau ayam yang salah jadwal. Semuanya berjalan seperti seharusnya.
Hanya Dara yang tahu bahwa jam tua itu, yang kini disimpannya diam-diam, masih berdetik pelan—seperti bisikan lembut dari kakek tua yang telah memilihnya.
Dan setiap kali suara detik itu terdengar, Dara tahu satu hal:
Ia bukan hanya penduduk desa biasa lagi. Ia adalah Penjaga Waktu berikutnya
Ttd
Coretanceritapena.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar